Akibat pendidikan yang salah konsep
By Harry Santosa Allahuyarham
Akibat pendidikan yang salah konsep
Banyak orang bingung “ilmu”
Mereka bukan kurang ilmu, namun keliru ilmu
Ilmu dalam benak mereka adalah sains n technology
Padahal Ilmu dalam perspektif yang benar sesungguhnya adalah wahyu
Yaitu hakekat dan makna kunci dalam kehidupan
Lalu dengan sains & technology tanpa wahyu itu
manusia mau mereka-reka siapa Tuhan dan Jiwa
Padahal sains di barat dibangun atas penolakan adanya Tuhan dan jiwa
Bahkan Sains di barat dianggap Agama baru,
dikonstruksi dengan empirisme dan rasionalisme
Walhasil keberadaan Tuhan dan jiwa dianggap tak rasional dan tak empirik
Maka mengenal hakekat jiwa berpindah menjadi memindai Otak (Brain n Mind)
dan mengobservasi Perilaku semata
Otak dan Perilaku adalah dua hal yang bisa dipindai oleh alat
dan diobservasi oleh indera untuk mengenal siapa manusia.
Kemudian yang nampak adalah hanya potensi manusia tanpa jiwa
Potensi untuk berfikir dan bekerja juga merasa
Namun tetap tak pernah sampai hakekat jiwa apalagi hakekat ruh dan hakekat Allah
Potensi manusia tanpa hakekat jiwa, hakekat ruh dan hakekat Allah inilah yang memicu keyakinan bahwa manusia adalah pusat semesta
Munculah Ego Centric sebagai pengganti TeoCentric
EgoCentric jelas arah dan orientasinya Dunia, karena kehilangan koneksi dengan Akhirat
Langit tak lagi jadi orientasi, dunialah orientasi kehidupan
Bagi para egosemtriser, jika ingin bahagia maka
capailah apa yang bisa memuaskan kesenangan Ego,
Yaitu kesenangan fikiran, kesenangan perasaan,
kesenangan perbuatan atau kesenangan fisik
Inilah yang memunculkan sikap Antroprosentris, bahwa manusia bisa semaunya mengeksploitasi alam karena manusialah Robbil Alamin palsu.
Lalu munculah krisis Alam
Namun sesungguhnya krisis alam dimulai dari krisis jiwa manusia
Diperparah sistem persekolahan yang dijadikan alat untuk mencapai kesenangan dunia
Ramai ramai orang menyekolahkan anaknya untuk mengejar Kebahagiaan semu dalam status sosial dan status ekonomi
Pendidikan baik di sekolah maupun di rumah,
dipusatkan untuk mengasah kemampuan berfikir (human thinking),
kemampuan bekerja (human doing) dan
kemampuan merasa (human feeling),
Namun gagal diupayakan untuk melahirkan human being (insan kamil)
Munculah manusia manusia pintar dan terampil,
jago berfikir dan jago bekerja juga jago merasa
namun tidak jago merawat dan mengenal jiwa sehingga mereka hadir tanpa jiwa, diombang ambing pencarian kebahagiaan semu tak berujung
Pekerjaan atau karir atau bisnis menjadi Agama baru (workisme)
Profesi dianggap Misi Hidup padahal untuk kepuasan dan kesenangan pribadi tanpa makna
Misi hidup dianggap langkah langkah mewujudkan obsesi Dunia
Kita saksikan kemudian muncul budaya hustle, budaya hiruk pikuk
Orang orang sibuk berkejaran dengan waktu,
Kaidahnya adalah siapa lebih cepat dan lebih banyak maka dia sukses
Hidup dikendalikan oleh kesuksesan personal (personal success driven)
Penyakit jiwa sudah menunggu
Anxiety Disorder dan depresi terjadi dimana mana
Kecemasan tak beralasan muncul menjadi gangguan
Di permukaan muncul menjadi gejala gangguan fisik
Kelelahan yang buruk, sulit tidur, kejang otot, gangguan lambung dsbnya
Di bawah permukaan lebih parah lagi
Lalu mereka mencari kesembuhan bagi jiwa namun tanpa jiwa
Lalu munculah beragam solusi self help dari orang orang yang tak mengenal jiwa
Otak atik otak dan Obat
Hanya sesaat seolah bangkit, lalu ambruk semakin parah
Inilah yang disebut Toxic Self Help
Ibarat extacy yang menyegarkan namun meracuni jiwa
Manusia semakin tidak fokus alias distraction, berpindah pindah fokus
Sibuk namun sesungguhnya tak produktif
Selalu merasa kekurangan alias rakus fan koruptif
Lebih memilih untuk bekerja memuaskan kesenangan dirinya
daripada menolong orang atau menikah
atau merawat pernikahan apalagi mendidik anak dstmya
Lalu adakah alternatif solusi?
(Bersambung)
#fitrahbasedlife
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!