Manusia dilahirkan secara alami dalam keadaan fitrah (disposition of nature). Dalam definisi lain, fitrah disebut innate goodness (bawaan baik) dan orangtua tidak boleh merubahnya, baik sengaja karena obsesi, maupun tidak sengaja karena lalai.
Diantara bawaan baik (innate goodness) Fitrah itu adalah bawaan berupa Tauhid atau Islam sejak dilahirkan.
Sejak lahir manusia sudah bertauhid atau berIslam sebagaimana QS Al-Araf (7):172. Maka orangtua sekali lagi dilarang menyimpangkannya. Ini juga bermakna bahwa mendidik anak menjadi shalih (Islam atau bertauhid) seharusnya lebih mudah daripada mendidik anak menjadi tidak shalih (selain islam atau tidak bertauhid).
Mendidik berbasis fitrah secara otomatis adalah mendidik anak berbasis kepada Aqidah Islam atau Tauhid.
Banyak ulama mendefinisikan fitrah sebagai Islam atau berTauhid atau juga kesiapan untuk menerima Dienul Islam. Prof. Justin Barret dalam bukunya “Baby born Believer” menyatakan bahwa jika ada anak sejak lahir ditempatkan dalam sebuah pulau, tanpa intervensi apapun dari orangtua maupun lingkungan, maka dipastikan menjadi orang yang beriman (percaya kepada Tuhan).
وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.”
QS Al-Araf (7):172.
Fitrah, sebagaimana yang ditulis oleh Prof Dr Muhammad Yasien, adalah the Islamic concept of human nature. Kata fitrah maupun istilah yang serupa belum pernah dikenal oleh agama sebelumnya.
Penyebab rusaknya agama agama sebelum Islam adalah menganggap ada sifat Tuhan dalam diri manusia atau menitisnya Tuhan dalam diri manusia (manunggaling kawulo gusti). Begitupula penyebab rusaknya sistem pendidikan modern adalah menolak adanya fitrah dalam diri manusia, dan menganggap manusia kertas kosong (blank slate). Di era post modernisme, konsep “blank slate” sudah ditolak dan digantikan dengan “otak atik otak” dan diversifikasi kecerdasan, namun esensinya masih menolak fitrah atau jiwa manusia. Penolakan bahwa manusia memiliki jiwa, menyebabkan rancangan konsep dan praktek pendidikan tidak pernah menyentuh jiwa manusia, maka lahirlah orang orang cerdas yang tak punya jiwa, mereka bergerak mekanistik dan robotik tanpa ruh.
Hari ini dunia menyesali sistem pendidikan mereka selama ini hanya melahirkan “human thinking” dan “human doing” bukan “human being”. Riset selama 15 tahun terhadap 19 orang alumni terbaik angkatan 90an di Harvard membuktikan bahwa manusia cerdas tanpa jiwa ini hanya menyengsarakan manusia termasuk dirinya sendiri dan alam semesta. Ini sesungguhnya tragedi kemanusiaan ketika manusia menjadi penyebab krisis alam dan krisis kehidupan. Human Being atau manusia seutuhnya (insan kamil) hanya bisa dilahirkan melalui pendidikan yang berangkat dari Human Nature. Penolakan atas adanya human nature (fitrah) jelas memunculkan pendidikan yang tidak melahirkan manusia seutuhnya (insan kamil atau human being atau perfect man). Maka pendidikan manusia harus berbasis kepada fitrah manusia itu sendiri untuk dididik, sejak dirawat sampai ditumbuhkan dan dikokohkan sehingga menjadi manusia seutuhnya.
Di dalam alQuran, kata “fitrah” dalam bentuk “fi’lah” hanya disebut satu kali di QS arRum (30):30, padahal fitrah ini sangat penting apabila dikaitkan dengan fungsi dan misi penciptaan manusia. Ini sekaligus membuktikan bahwa pembahasan fitrah merupakan bahasan yang “urgent & important”.
Manusia diciptakan bukan kebetulan, namun dengan maksud penciptaan (the purpose of life), yaitu untuk Beribadah kepada Allah semata dan untuk menjadi Khalifah Allah di muka bumi. Maksud penciptaan adalah alasan Allah menghadirkan manusia, namun manusia tentu diciptakan dengan tugas masing masing yang berbeda satu sama lain. Tugas inilah yang disebut the mission of life, yaitu peran spesifik manusia selama di dunia. Inilah panggilan hidup manusia yang harus dijalaninya dengan ikhlash dan jujur. Darimana kita mengetahui tugas spesifik atau peran spesifik yang merupakan panggilan hidup kita? Jangan khawatir, semua tugas itu secara konsepsi dan potensi telah diinstal dalam diri kita, itulah yang disebut Fitrah.
Fitrah dalam makna lain disebut “alIbtida” yaitu ciptaan unik yang belum pernah dibuat sebelumnya. Keunikan inilah sesungguhnya yang diinstal dan harus dididik agar kelak menjadi peran unik dalam peradaban. Pendidikan yang tidak berangkat dari fitrah manusia dalam makna ini akan gagal melahirkan generasi yang memiliki peran spesifik terbaik dalam peradaban. Prof Sir Ken Robinson mengatakan bahwa hanya 2 dari 10 orang di dunia yang jujur pada peran yang sesuai panggilan hidupnya. Ini menyebabkan banyak orang bekerja tidak bahagia dan tidak berkinerja baik. Depresi, bunuh diri, narkoba, LGBT dll juga disebabkan karena kegalauan manusia yang tidak dididik untuk mencapai peran peradaban sesuai fitrahnya. Jika seseorang gagal dididik untuk menemukan peran spesifiknya maka tidak akan memenuhi maksud penciptaannya di muka bumi sebagai Hamba Allah dan Khalifah Allah. Maka penting bagi pendidikan untuk berangkat dari fitrah manusia.
فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
QS. Ar-Rum Ayat 30
Fitrah Munazalah atau Kitabullah Dalam tinjauan Peradaban adalah yang memandu semua potensi peradaban, yaitu:
1. Fitrah dalam diri manusia atau fitrah Gharizah.
2. Fitrah yang melekat pada dimensi tempat atau Alam yaitu belahan bumi dimana manusia itu ditempatkan.
3. Fitrah yang melekat pada dimensi waktu atau Kehidupan dan Zaman, yaitu umur dimana manusia diletakkan pada sebuah kehidupan.
Maka dalam pendidikan peradaban atau pendidikan berbasis fitrah, bukan hanya bicara Fitrah manusia namun juga semua bekal peradaban yaitu Fitrah Alam, Fitrah Zaman dan Kehidupan serta Fitrah Munazalah lalu interaksi dari keempatnya sepanjang proses kehidupannya atau pendidikannya. Dan pendidikan yang baik dan benar adalah pendidikan yang sejak hari pertama mampu menginteraksikan keempat fitrah ini sehingga tumbuh paripurna menjadi peran peran peradaban. Maka dalam proses pendidikan tidak ada cerita seseorang mengisi kepalanya banyak banyak dengan pengetahuan lalu setelah penuh baru berinteraksi dengan alam, kehidupan untuk memberi manfaat. Namun interkasi penuh dimulai sejak awal.
Fitrah Munzalah (alQuran dan asSunnah) harus berinteraksi penuh dengan fitrah manusia melalui beragam kegiatan dan peristiwa sehari hari di alam dan di kehidupan nyata sehingga melahirkan pengalaman mendalam, menstrukturkan nalar, membentuk sikap, adab dan pengkondisian kejiwaan dalam menghadapi realita dan kondisi nyata, menguji keimanan dstnya. Sistem Perskolahan Modern yang ditularkan Kolonialisasi membuat kita berfikir bahwa alQuran dan asSunnah dikumpulkan dulu di kepala baru kemudian diinteraksikan pada kehidupan ketika dewasa. Sungguh bukan demikian.
Lihatlah bagaimana pendidikan ala Rasulullah SAW bagaimana wahyu turun satu demi satu mengiringi sebuah peristiwa atau case tertentu dalam kehidupan sejak hari pertama wahyu turun. Lihatlah bagaimana fitrah para Sahabat tumbuh hebat dalam kesadaran yang kuat.
Wahyu yang turun atas peristiwa adalah sebuah proses pendidikan Robbaniyah yang luarbiasa. Ini adalah proses tarbiyah yang menumbuhkan fitrah sekaligus proses ta’dib yang menanamkan Kitab dan Hikmah atau adab. Ini memberikan pengalaman hebat yang berkesan, mengkonstruksi pemikiran dan nalar, membentuk pensikapan dan membangun suasana kejiwaan atas sebuah peristiwa untuk kemudian berani melahirkan solusi dalam kehidhpan. Begitulah sejatinya pendidikan alQuran dan asSunnah, bukan sekedar ilmu pengenalan tetapi ilmu pengakuan (Ma’rifah) dan dibuktikan dengan amal nyata atau solusi nyata pada diri dan kehidupan.
Pendidikan Islam semisal Pesantren di zaman dahulu adalah pusat peradaban dimana Kyai, Santri dan warga bahu membahu berkebun, berladang, berdagang dll membangun peradaban dan mengimplementasikan alQuran dan asSunnah serta Kitab klasik langsung dalam kehidupan sehari hari. Betapa indahnya ketika Ayat Qouliyah bertemu dengan Ayat Kauniah. Fitrah manusia berinteraksi hebat dan manfaat dengan fitrah alam, fitrah kehidupan dan fitrah Munazalah (Kitabullah) sejak hari pertama pendidikan dimulai. Pendidikan Islam bukanlah seperti kuil tempat para pendeta tenggelam dalam semedinya, asik membaca Kitab dan Silat, berdiri megah di tengah desa berupa gedung megah berpagar tinggi terpisah dari jiwa masyarakatnya (fitrah kehidupan), terpisah dari keharmonian alamnya (fitrah alam) bahkan terpisah dari jiwa para santrinya (fitrah manusia).
Kita akan gagal paham bila memandang pendidikan Islam adalah pendidikan yang mengisi kepala penuh penuh dengan pengetahuan Islam lalu terjun ke masyarakat ketika sudah penuh. Pendidkan Islam justru menginteraksikan semua fitrah manusia, fitrah alam, fitrah kehidupan dan fitrah Munazalah sejak hari pertama pendidikan dimulai. Karena pendidikan sejatinya adalah membangun peradaban bukan sekedar mencetak orang pandai dan shalih.
8 Dimensi Fitrah dalam diri Manusia
1. Fitrah Keimanan
Setiap anak lahir dalam keadaan telah terinstal potensi fitrah keimanan, bahkan setiap kita ketika di alam rahim, pernah bersaksi bahwa Allah sebagai Robb (kholigon, rozigon, malikan) — QS 7:172. Tidak ada anak yang tidak cinta Tuhan dan Kebenaran kecuali disimpangkan dan dikubur oleh pendidikan yang salah dan gegabah. Ini meliputi moral, spiritual, keagamaan dstnya. Golden Age fitrah ini ada pada usia 0-6 tahun. Fitrah ini berinteraksi dengan Life System (Fitrah Munazalah/Kitabullah) sehingga dicapai peran menyeru kepada Tauhi dan menyempurnakan semua akhlak. Buahnya adalah akhlak/adab terhadap Allah dan melingkupi semua akhlak lainnya.
Fitrah Keimanan akan tumbuh menjadi Kesiapan & Kebahagiaan
dalam dimensi Spiritual Life
Menuju peran peradaban Change Maker
A Man of Mission & Vision
Sepanjang sejarah Peran seorang Ayah adalah pemimpin yang membangun Aqidah (faith & spirituality) atau Keimanan. Wujud keimanannya akan nampak pada kejelasan Misi Hidup dan Visi Hidupnya juga nilai nilai (core value) yang diyakininya baik disadari atau tidak. Ketika menikah Misi Hidupnya ini menjadi MIsi Keluarga, ayahlah yang menemukan Misi Keluarga, menunjukkan cara menempuhnya dan menarasikannya dengan hebat. Family Mission ini kelak menjadi family business dan family legacy sebagai perjuangan utama yang dilakukan bersama anak dan pasangan serta bisa diwariskan
A Person of Love and Sincerity
Ibu adalah sosok yang penuh cinta dan ketulusan. Allah SWT ciptakan wanita dengan karakteristik ini agar siap mendukung dan menjadi makmum (follower) misi hidup sang suami. Ia mendorong suaminya agar menjadi imam yang baik, membantunya dengan setia untuk menemukan misi hidupnya dan mendampinginya dengan segenap jiwa raga sepanjang hidupnya. Sosok Khadijah alKubro RA adalah contoh wanita yang mendukung penuh Misi suaminya dengan sepenuh cinta dan ketulusan.
2. Fitrah Bakat
Setiap anak adalah unik, mereka masing masing memiliki sifat atau potensi unik produktif yang merupakan panggilan hidupnya, yang akan membawanya kepada peran spesifik peradaban, Golden Age pengembangannya nya di usia 10-14 tahun Fitrah ini berinteraksi dengan fitrah kehidupan untuk peran Bashiro wa Nadziro, Buahnya adalah
akhlak pada kehidupan manusia
Fitrah Bakat akan tumbuh menjadi Kesiapan & Kebahagiaan
dalam dimensi Worklife/BusinessLife
Menjuju Peran Peradaban Solution Maker
Professionalisme & Enterpreneurship Builder
Peran ayah juga adalah pembangun profesionalisme baik dalam karir maupun bisnis atas fitrah bakatnya. Ayah di masa lalu menurunkan profesinya pada anak anaknya, menjadi guide and coach talent sejak di rumah sampai kepada bisnis keluarga. Ayahlah yang membawa Family Mission menjadi Family Business termasuk family branding untuk memberikan solusi kepada masyarakat dalam satu atau lebih bidang kehidupan dalam profesi atau bisnis.
Wisdom and Knowledge Keeper
Ibu sepanjang sejarah adalah pemelihara kearifan dan pengetahuan di keluarga. Di masa pertanian dahulu peran ibu adalah sebagai penjaga dan perawat benih tumbuhan. Mereka menyimpan pengetahuan dan kearifan keluarga dalam syair dan dongeng, agar dapat diwariskan kepada anak dan keturunan dengan cara yang alamiah dan indah.Di masa modern, peran ibu sesungguhnya tidak berbeda, ia dengan telaten membangun sistem dokumentasi dan portofolio keluarganya, baik anak maupun suaminya. Ibulah sang penyedia sumber belajar, sumber kebijaksanaan dan pengetahuan di rumah, ia ibarat perpustakaan berjalan. Bunda mengimbangi peran Ayah sebagai pembangun sistem berfikir dan bernalar. Jika Ayah sang pembentuk Fikir, maka para Bunda adalah sang penumbuh Dzikir.
3. Fitrah Belajar & Bernalar
Setiap anak adalah pembelajar tangguh dan hebat yang sejati. Tidak ada anak yg tidak suka belajar kecuali fitrahnya telah terkubur atau tersimpangkan. Golden age pengembangannya di usia 7 -10. Interaksi terbaiknya dengan Alam. Peran yang dicapai adalah peran memakmurkan dan melesatarikan alam sebagai bagian dari rahmatan lil alamin. Buahnya adalah akhlak /adab terhadap alam, ilmu dan ulama.
Fitrah Belajar dan bernalar akan tumbuh menjadi Kesiapan & Kebahagiaan
dalam dimensi Intelectual Life
Menuju peran Peradaban Innovation Maker
Logic & Thinking System Builder
Peran ayah adalah juga pembentuk sistem berfikir dan nalar (logika) bagi anak dan pasangannya. Ayahlah yang merancang grand design pengetahuan dan pembelajaran di rumah, merancang family innovation melalui pengelolaan aset pengetahuan dan kearifan di keluarga.
Owner of Conscience & Morality
Ibu adalah sang pemilik moral dan nurani. Ia penumbuh nurani dan moralitas untuk mengimbangi peran Ayah sebagai pembangun professionalisme dan business. Jika Ayah sang pembentuk kinerja (performansi), maka para Bunda adalah sang pembangun moral dan nurani. Banyak masalah dan problematika di dunia yang tidak bisa diselesaikan kecuali dengan kebeningan hati nurani.
4. Fitrah Sosialitas & Individualitas
Setiap manusia dilahirkan sebagai individu, sekaligus juga makhluk sosial atau ketergantungan pada sekitarnya. Manusia memerlukan Interaksi sosial dengan kehidupan sekitarnya, Sosialitas akan tumbuh baik sejak usia 7 tahun, jika individualitas tumbuh utuh pada usia di bawah 7 tahun. Di bawah 7 tahun anak belum punya tanggung jawab moral dan sosial.
Fitrah Individualitas dan Sosialitas akan tumbuh menjadi Kesiapan & Kebahagiaan
dalam dimensi Social Life
Menuju Peran Peradaban Social Maker
Ego System & Eco System Builder
Peran ayah berikutnya adalah sang Pembangun Sistem Ego (fitrah individualitas) melalui Self Acceptance & Self Awareness, agar kelak anak mampu hidup dalam sistem sosialnya. Bermain bersama ayah adalah melatih kehidupan bersosial.
Ocean of Forgiveness & Sacrifice (Fitrah Individualitas & Sosialitas)
Jika Peran Ayah adalah Sang Ego yang membangun Ego Keluarga maka Peran Ibu adalah Sang Perawat Ego dengan berbasis pengorbanan, ia adalah Lautan Maaf dan sosok yang penuh pengorbanan. Ego yang sehat akan tumbuh subur dalam wadah maaf seluasnya dan airmata pengorbanan.
Permaafan tak bertepi dan Pengorbanan tiada ganti inilah justru yang melengkapi Kecerdasan Ego dan Kecerdasan Sosial anak dan keluarganya. Anak anaknya akan tumbuh menjadi orang yang siap menjadi Imam (leadership) sekaligus Makmum (followership) untuk mampu berkolaborasi di dalam kehidupan sosial masyarakatny
5. Fitrah Jasmani
Setiap anak lahir dengan membawa fisik yang suka bergerak aktif dan panca indera yang suka berinteraksi dengan bumi dan kehidupan. Setiap anak suka kesehatan dan asupan yang sehat. Setiap indera juga suka menerima input yang membahagiakan dan menenangkan.
Fitrah Jasmani akan tumbuh menjadi Kesiapan & Kebahagiaan
dalam dimensi Health Life
Menuju peran peradaban Health Maker
Healthy & Physical Skill Developer
Peran ayah berikutnya adalah sang Pembangun Sistem Ego (fitrah individualitas) melalui Self Acceptance & Self Awareness, agar kelak anak mampu hidup dalam sistem sosialnya. Bermain bersama ayah adalah melatih kehidupan bersosial.
Health Nutrition Maker
JIka Peran Ayah dalam membangun kesehatan keluarga lebih kepada pola gerak dan pola tidur, maka peran ibu sesungguhnya lebih kepada penjaga makanan atau gizi yang sehat serta perawat lingkungan yang bersih.
6. Fitrah Seksualitas & Generatif
Setiap anak dilahirkan dengan jenis kelamin lelaki dan perempuan. Bagi manusia, jenis kelamin ini akan berkembang menjadi peran seksualitasnya. Bagi anak perempuan akan menjadi peran keperempuanan dan kebundaan sejati. Bagi anak lelaki menjadi peran kelelakian dan keayahan sejati
Fitrah Seksualitas akan tumbuh menjadi Kesiapan & Kebahagiaan
dalam dimensi Family Life
Menuju peran peradaban Regeneration Maker
Masculinity Supplier & Education Responsible
Peran Ayah berikutnya adalah sebagai pensuplai maskulinitas (75%) bagi anak lelaki agar tangguh dan (25%) bagi anak perempuan agar tidak rapuh. Aktifitasnya adalah membangun cinta dan kedekatan dengan kualitas dan kuantitas relasi yang cukup baik. Dalam dimensi maskulinitasnya ini pula, para Ayah menjadi Imam (pemimpin) sekaligus memiliki peran PenanggungJawab Pendidikan di keluarganya. Ia barangkali lebih sering di luar rumah, namun tanggungjawab pendidikan ada penuh di tangannya, dan ini memudahkan istrinya di tataran eksekusi keseharian.
Femininity Supplier & Daily Education Executor
Ibu mensuplai 75% femininitas bagi anak perempuan agar selembut perempuan sejati dan mensuplai 25% femininitas bagi anak lelaki agar dibalik ketangguhan putranya ada emphaty yang memadai.
Ia, para bunda, sesungguhnya pelaksana harian pendidikan yang menurunkan misi besar sang Suami dan membreakdown grand design pendidikan yang dirancang suaminya, menjadi kurikulum harian di rumah.
7. Fitrah Estetika dan Bahasa
Keindahan dan menyukai keindahan serta keharmonian dstnya, apresiasi dan ekspresi atas keindahan muncul dalam seni, kesusasteraan, arsitektur dstnya. Keindahan memiliki tingkatan dari inderawi, imaji, nazhori (nalar) dan ruhani kemudian bermuara padat Allah SWT. Setiap anak juga diberi kemampuan berbahasa sebagai alat ekspresi keindahan kemudian diaktualisasi oleh bahasa Ibu oleh kedua orangtuanya
Fitrah Estetika & Bahasa tumbuh menjadi Kesiapan & Kebahagiaan dalam dimensi Aesthetic Life
Menuju peran peradaban Peace Maker
The Harmony & Aesthetic Keeper
Ibu adalah perawat harmoni dan keindahan, ia penumbuh keharmonian dan kedamaian. Bundalah yang merawat keindahan lewat mata, telinga, mulut dan hati (perasaan), melalui berbagai sumber baik tutur bahasa, budaya sastra lewat apresiasi, tampilan yang indah berupa hiasan, tirai, dekorasi dan desain perabot rumah tangga, makanan yang bergizi namun indah, penyediaan anggaran hobby dan travelling, suasana di meja makan dan ruang keluarga dstnya
8. Fitrah Perkembangan
Perkembangan manusia memiliki sunnatullah, ada tahapan, ada masa emas bagi fitrah tertentu. Tidak berlaku kaidah makin cepat makin baik. Secara umum terdiri dari sebelum agilbaligh, yaitu tahapan usia 0-2 tahun, 2-6 tahun (pra latih), 7-10 tahun (pre agil baligh 1), 11-14 tahun (pre agil baligh 2), dan sesudah AqilBaligh yaitu >15 (post ag baligh). AgilBaligh adalah tujuan dan titik pembeda anak dan dewasa.
Fitrah Perkembangan akan tumbuh menjadi Kesiapan & Kebahagiaan
dalam dimensi Growth Life
Menuju peran peradaban Growth Maker
Personal Growth and Development Builder
Ayah berperan mengembangkan mindset dan kedewasaan serta ketangguhan. Peran ayah dalam dimensi peran ini adalah “Sang Raja Tega”, atau pembangun ketangguhan di rumah, memberi ruang seluasnya untuk mengambil peran dan tanggungjawab bagi anak dan istrinya.
The Personal Counseling and Therapist
Jika Peran Ayah adalah Sang Raja Tega maka Peran Ibu adalah Sang Pembasuh luka.
Jika Ayah bicara masa depan yang penuh perjuangan dengan segala perubahan serta luka luka yang dialami keluarga sepanjang perjalanan, maka ibu bicara persiapan kedewasaan diri dan pembasuhan luka.
Luka sesungguhnya adalah tempat masuknya cahaya, maka keluarga dalam menjalani kehidupannya, jika ingin berkembang mekar tentu akan mengalami luka sebagai sunnatullahNya. Namun kehadiran Ibulah, dengan ketelatenan dan keyakinannya, yang membuat luka itu menjadi cahaya untuk menambah indah dan bijaksana sebuah keluarga.
Source:
https://www.facebook.com/harry.hasan.santosa/posts/10221257804264774
https://www.facebook.com/harry.hasan.santosa/posts/10221286234935523
https://www.facebook.com/harry.hasan.santosa/posts/10211675846801826
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!