Tawazunitas dan Totalitas dimensi Dakwah, Bisnis, Pendidikan, Keluarga dan Sosial (1)
Penulis: Harry Santosa, Allahuyarham
Dalam dimensi kehidupan selaras fitrah, dimensi-dimensi kehidupan seperti: Dakwah, Bisnis, Pendidikan, Keluarga, dan Sosial merupakan dimensi kehidupan yang penting selaras fitrah. Fitrah merupakan primordial nature agar manusia hidup berbahagia dengan memenuhi dan menyeimbangkan semua dimensi tsb dan memadukannya.
Namun di akhir zaman ini, jangankan menyatukan atau memadukan dimensi ini dalam kehidupan dalam rangka menghamba kepadaNya, bahkan menyeimbangkannya pun nampaknya hampir tak mungkin bahkan mustahil. Mengapa?
Keseimbangan dan Integrasi dalam Kehidupan
Sebenarnya dan sesungguhnya Allah telah meletakkan segala sesuatu di semesta dengan seimbang dan terpadu, termasuk dalam kehidupan manusia, cuma sayangnya manusia dengan egonya dan secuil ilmunya amat sangat suka mengubah-ubahnya, merasa dirinya hebat dan jumawa.
Kegagalan menyeimbangkan dan memadukan dimensi kehidupan itu, jelas menyebabkan segala sesuatu dalam kehidupan berjalan sangat rentan dan mudah roboh berantakan. Secara umum penyebab utamanya adalah karena keliru Ilmu bukan kurang ilmu sehingga makna dan hakekat kehidupan menjadi menyempit atau menyimpang.
Dampak Kesalahan Ilmu terhadap Dimensi Kehidupan
Karena keliru Ilmu itulah maka pasti orientasi bergeser dari Allah kepada Ego, dari Orientasi Akhirat menjadi Obsesi Dunia (kaya, berkuasa, tenar) sehingga tanpa sadar masing-masing dimensi itu dianggap bagian-bagian yang terpisah, ibarat mata pelajaran sekolah, yang tidak pernah bisa diintegrasikan dan membuat kacau ketika harus berhadapan dengan soal terpadu apalagi dalam kehidupan nyata.
Lihatlah ada orang yang kehidupan keagamaannya atau kehidupan dakwahnya, tak nyambung mengakar (radical relevant) dengan bisnisnya atau karirnya, juga tak nyambung dengan bagaimana ia menjalani pendidikan dirinya maupun keluarganya, juga tak nyambung dengan bagaimana ia mengelola pernikahannya atau keluarganya, juga tak nyambung dengan bagaimana kehidupan sosialnya atau kontribusi sosialnya.
Semua berjalan masing-masing walau bisa saling terkait namun tak mengakar. Nampak hebat dalam dakwah dan bisnis namun keluarga berantakan, nampak hebat dalam bisnis dan keluarga, namun kehidupan dakwah berantakan dsbnya. Kalaupun nampak terpadu atau totalitas sebenarnya hanya terkait ingin tenar, berkuasa atau kaya yang dianggap sumber bahagia. Inilah kemudian yang menyebabkan keruntuhan semuanya.
Penyempitan Makna dalam Dimensi Kehidupan
Memisah-misahkan itu karena keliru ilmu atau keliru pandang tentang hakekat kehidupan yaitu memahami dan memaknai masing-masing dimensi itu secara sempit, misalnya dakwah diartikan ceramah atau membina pengajian syiar semata.
1. Dakwah di Masa Kini
Dakwah di masa kini umumnya lebih banyak euforia simbol dan tren daripada fokus pada substansi dakwah yaitu misi untuk menebar rahmat, membawa berita gembira (solutions) dan peringatan (warnings) dengan melakukan perubahan yang signifikan untuk mengembalikan kesejatian ummat dan kesejatian bumi Allah serta menegakkan agama Allah.
2. Bisnis dan Karir
Begitu pula dimensi kehidupan yang bernama Karir atau Bisnis dimaknakan sebagai upaya mencari atau mengejar uang, branding product, manajemen reputasi, visi capital gain keuntungan dunia atau menggenjot penjualan dsbnya. Di era kapitalisme saat ini tanpa sadar fokus hidup hanya mengarah ke bisnis atau karir yang seolah menjadi tujuan, identitas, komunitas dan misi hidup yang tertinggi alias menjadi agama baru.
3. Pendidikan Anak
Begitu pula dimensi kehidupan dalam pendidikan, misalnya pendidikan anak, maknanya disempitkan menjadi menitipkan anak di persekolahan seharian walau sekolah Islam sekalipun. Lebih jauh pendidikan ditujukan sekedar agar bersertifikat, berijasah dan bisa kerja atau karir lalu menikah serta hidup sugih. Para pendiri lembaga pendidikan pun orientasinya bisnis, dalam makan capital gain. Intinya tujuan pendidikan sekedar perbaikan tingkat sosial dan ekonomi.
Begitu pula kehidupan Keluarga disempitkan hanya sebagai status pernikahan dan tempat berkumpul, bereproduksi, berjibaku mengumpulkan harta bersama, tempat menyalurkan kepenatan dengan bercengkrama makan bersama sepulang kerja dan sekolah, tanpa kegiatan bermakna. Kadang keluarga atau berkeluarga dan membesarkan anak sering dianggap menghambat karir juga bisnis atau bahkan dakwah.
5. Aktivitas Sosial
Begitu pula aktivitas Sosial, umumnya menyempit maknanya dan hanya ditujukan untuk ajang membuka jaringan bisnis atau pemasaran, atau memberi sumbangan atau kontribusi pada yang lemah dengan tujuan agar rejeki dan bisnis lancar.
Kesimpulan: Kembali kepada Islam Kaffah
Kalau sudah begini, nampaknya, bacaan sholat seperti sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, matiku, hanya untuk Allah semata menjadi tak berlaku.
Atau Islam Kaafah mungkin dimaknakan sebagai full mengerjakan sunnah-sunnah semata, bukan kehidupan yang totalitas, dimana dimensi kehidupan seimbang dan terintegrasi dengan indah di jalan Allah untuk menuju Allah.
Rupanya sekularisasi telah melanda banyak isi kepala kita, bukan hanya pemisahan Islam dari politik, juga pemisahan Islam dari Pendidikan, dari Keluarga, dari Bisnis, dari Sosial dstnya. Pemisahan ini diantaranya diawali dengan menyesatkan makna, sehingga terjadi penyempitan makna-makna dalam dimensi-dimensi hidup tersebut.
Ketidakseimbangan dan ketidakpaduan inilah penyebab kehidupan yang berantakan dan tak mengalami kebahagiaan hakiki.
Untuk jelasnya, saya akan ilustrasikan bagaimana sesungguhnya makna yang benar, sehingga kita tidak memisahkan satu sama lain, mudah menyeimbangkan dan memadukannya.
(Bersambung)
#fitrahworldmovement
#fitrahbasededucation
#fitrahbasedlife
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!