Resep Bahagia bagi yang Terpuruk – Accomplished Your Mission

By Harry Santosa

Bayangkan jika anda sedang jatuh terpuruk, ditinggal orang orang tersayang lalu tiba tiba Allah SWT memberikan karunia sebuah traveling yang luarbiasa, ke sebuah tempat yang sangat indah, yang dirindukan banyak orang karena saking luar biasa indahnya, lalu ditunjukkan rumah anda yang indah di sana maka anda pasti tidak akan mau kembali pulang.

Tetapi Rasulullah SAW, dalam keadaan sedih dan terpuruk, diperjalankan Allah mi’raj ke Sidratul Muntaha, kepada derajat tertinggi yang belum pernah dicapai manusia, satu level di bawah Arsy, berjumpa dengan Zat Yang Maha Indah, melihat begitu luarbiasa indahnya syurga dan menyaksikan hebatnya neraka, dipastikan masuk syurga dan tak akan masuk neraka, tetapi Beliau tetap kembali ke dunia.

Muhammad Iqbal seorang sastrawan dan pemikir besar Islam dari Pakistan menuliskan, “Muhammad, Nabi dari Arabia itu kembali ke bumi, niscaya jika aku menjadi dia, demi Allah aku tak akan kembali” 

Lalu mengapa Muhammad SAW, Nabi yang mulia itu kembali ke bumi…? Ya, satu satunya alasan adalah karena Nabi yang mulia itu ingin menyelesaikan dan menuntaskan misinya atau tugas Kenabiannya atau peran Kenabiannya sampai ajal menjemput (accomplished his mission)” . 

Sejarah kemudian memang mencatat betapa Muhammad SAW menjalankan peran dan misi Kenabiannya dengan luarbiasa dan mencapai puncak tertinggi perannya itu. 

Sepertiga akhir hidup Beliau, setelah diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun, adalah pacuan eksponesial amal menuju garis finish yang puncaknya adalah perjumpaannya dengan Sang Kekasih.

Begitulah orang orang yang telah menemukan dan menjemput tugas langitnya, meyakini misi hidupnya, memastikan petajalannya menuju Allah, menapaki Shiroth atau Sabila, memperoleh alasan kehadirannya di dunia – “what on earth are you for”. 

Mereka merasakan dengan segenap jiwa dan raga, bahwa menemukan dan menjalani “misi hidup sejati” itu jauh lebih indah dari apapun, lebih membahagiakan dari apapun bahkan melampaui dirinya, melebihi keindahan dan kebahagiaan memiliki anak apalagi harta.

Mark Twain pernah menulis, “Ada dua hari yang paling penting dalam hidup kita, yaitu hari ketika kita dilahirkan, dan hari ketika kita menemukan untuk apa (why) kita dilahirkan”

Itulah jiwa yang tenang, yang telah menemukan dan menjalani misi atau peran hidupnya yang merupakan panggilan hidupnya. Ia justru gelisah ketika misi atau tugas itu tidak diselesaikan. 

Dalam kebahagiaan tiada terkira itulah ia akan menyelesaikan misi atau tugasnya sampai mati.

Makin menjelang kematian, makin berpaculah ia dengan manfaat atas misi atau tugas yang menjadi peran dan tanggungjawabnya yang harus dituntaskan.

Sesungguhnya mereka yang menemukan misinya atau peran sejatinya maka dalam perjalanannya dan perjuangannya akan menemukan kebahagiaan hakiki, ketulusan, keikhlashan, keshabaran dstnya dengan spontan dari jiwanya, bukan diusahakan atau dibuat buat. Inilah jalan orang orang yang diberi nikmat oleh Allah SWT.

Mari kita kenali siapa diri kita sesungguhnya dalam semesta ini, lalu temukan peran sesungguhnya sebagai kebermaknaan atau alasan kehadiran kita di dunia ini.

Mendekatlah pada Allah agar diberikan Qoulan Sadida, sebuah tugas yang kokoh, yang merupakan misi langit atau peran kita di dunia. Itulah jalan terindah dan terbahagia kita, lebih daripada apapun yang kita miliki, maka mari kita pastikan, jemput dan selesaikan dengan sebaik baiknya sebelum ajal tiba.

If i am not for me, who will be me
If i am for me, who am i
If not now, when?

“Katakanlah, setiap kalian beramal menurut bakat pembawaannya masing masing, dan Robbmulah yang paling mengetahui siapa yang lebih tepat jalannya”

Salam Pendidikan Peradaban

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *