Pondok Mertua Indah: Bagaimana Menjalankan Rumahtangga dengan Kemandirian dan Menghindari Benturan Otoritas?
Dengan mengikuti prinsip fitrah, sebuah keluarga dapat mengelola otoritas dan otonomi dengan sehat. Benturan otoritas dapat menyebabkan gangguan kejiwaan dan hubungan yang buruk di dalam keluarga. Salah satu cara untuk menghindari benturan otoritas adalah dengan membuat keluarga mandiri dan menetap di tempat tinggal yang terpisah dari orangtua. Namun, penting untuk tetap merawat dan membaktikan diri pada orangtua sesuai dengan kewajiban. Seorang suami merupakan anak ibunya, namun juga seorang imam dan qowam yang harus memiliki otonomi dalam mengelola keluarganya sendiri. Walau meniru nama perumahan elite di jakarta, yaitu pondok indah, namun pondok mertua indah bagi yang pernah mengalaminya, umumnya tak seindah namanya walau mungkin secara fasilitas sangat nyaman sekalipun.
Penulis: Harry santosa
Pondok Mertua indah, mengapa demikian? Diantara fitrah keluarga adalah adanya otoritas tunggal, karena sebuah keluarga merupakan satuan terkecil yang memiliki imam dan makmum yang apabila berbenturan dalam otoritas maka pasti melanggar fitrah keluarga, dan tentu saja ada jiwa yang tercederai.
Efeknya tentu tidak main main, bisa kepada gangguan kejiwaan pasangan bahkan ke anak, wujudnya tentu saja akhlak yang jadi nampak buruk, pertengkaran bahkan perceraian.
Oleh karena itu, banyak sudah yang menganjurkan agar sebuah keluarga sebaiknya mandiri berdiri sendiri sehingga tak terjadi benturan otoritas baik dalam mendidik anak maupun nilai nilai atau misi keluarga yang akan dijalankan.
Tinggal berpisah dengan orangtua adalah langkah terbaik untuk melatih kemandirian dan merasakan perjuangan bersama. Walau memulai dengan yang sederhana, mengontrak misalnya, itu jauh lebih baik daripada terjadi benturan otoritas setiap hari yang menyebabkan pertengkaran dan hubungan yang buruk.
Tentu hal ini jangan dibenturkan dengan tidak berbakti pada orangtua. Merawat dan berbakti pada orangtua adalah kewajiban, namun otoritas dan otonomi dalam rumahtangga juga keharusan. Apabila tinggal bersama orangtua dan bisa memahami dan menyepakati batasan otoritas dan otonomi masing masing tentu saja sangat baik, walau kenyataannya sulit.
Di masa lalu, walau konsep Join Family atau Collective Family, dimana banyak keluarga berkumpul dalam rumah besar atau kompleks perumahan bersama, namun ada batasan otoritas dan otonomi berjenjang sehingga tak terjadi overlaping atau benturan otoritas dan pelanggaran otonomi.
Umumnya yang ditahan untuk tinggal bersama orangtua adalah anak pertama dan mantu pertama, karena kasihan dianggap belum mampu mandiri, sehingga perlu terus disubsidi. Ini sebenarnya menghambat kedewasaan dan kemandirian pernikahan atau rumahtangga anaknya.
Perlu kelapangan hati orangtua untuk tidak egois mempertahankan anaknya. Perlu keberanian anaknya untuk mulai berani mandiri dan dewasa dalam membina otonomi keluarganya.
Istilah seorang suami adalah anak ibunya, itu benar sampai kapanpun, namun seorang suami juga seorang imam dan qowam yang memiliki tanggungjawabnya sendiri, termasuk otoritasnya. Ibarat wilayah, ia harus otonom, walau terus menjalin silaturahmi dan terus merawat orangtuanya.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!