Fitrah tak Tuntas, Pernikahan terancam Kandas
Pendidikan Berbasis Fitrah, Bukan Sekadar Akademis
Barangkali banyak orangtua yang masih memuja akademis dalam pendidikan anak-anaknya, masih memuja mengasah otak dan melejitkan kecerdasan anak-anaknya. Namun sayangnya, kebahagiaan masa depan anak-anak kita bukan tentang banyaknya pengetahuan yang dihafal atau kecerdasan otak yang diasah, atau keterampilan bekerja yang dilatih keras. Kebahagiaan sejati adalah tentang bagaimana potensi-potensi di dalam jiwa berupa fitrah yang Allah berikan sejak lahir itu tumbuh dengan hebat dan paripurna sehingga bahagia. Bukan tentang apa yang nampak terlihat, tetapi tentang apa yang memberi dampak hebat.
Dampak Fitrah yang Tak Tumbuh Paripurna dalam Pernikahan
Ketahuilah bahwa fitrah yang tak tumbuh dengan paripurna dan tuntas sejak masa anak, ledakan hebatnya justru muncul ketika masa pernikahan karena di masa inilah kita hidup bersama pasangan dan memerlukan sinergi dalam peran bersama baik dalam mendidik generasi maupun dalam mewujudkan peran spesifik keluarga yang memberi manfaat dan menebar rahmat. Bayangkan kira-kira apa yang terjadi ketika banyak fitrah yang tak tumbuh tuntas ketika seseorang menikah? Masa pernikahan yang seharusnya masa bersinerginya potensi fitrah, jadi sibuk pada ego atau masa saling menyalahkan.
Krisis Keimanan dalam Keluarga Modern
Lihatlah, betapa banyak keluarga yang mengalami kepribadian ganda. Mereka beragama, namun tak beraqidah. Mereka tahu ilmu agama namun galau karena gairah keimanan tak tumbuh menjadi wujud keluarga yang berani membela kebenaran. Malah sebaliknya, rajin haji dan umroh, rajin zakat dan sedekah namun juga rajin korupsi dan manipulasi. Uang-uang haram itu tidak dianggap lagi sebagai dosa, namun sebagai bagian dari upaya dan usaha dalam bingkai indah untuk membangun ummat, lalu mereka makan dan beri makan anak-anaknya.
Keimanan tak berwujud pada misi keluarga yang kokoh untuk berjuang di jalan Allah dalam suatu misi perjuangan spesifik, mengalir begitu saja atau hanya obsesi kekayaan dan agama menjadi aspek moralitas semata. Akankah keluarga seperti ini bahagia? Hidup senang barangkali iya, namun bahagia itu tidak bisa pura-pura. Ia bicara nurani yang tak dapat ditipu oleh pemiliknya.
Kesalahan dalam Menentukan Karir dan Misi Hidup
Lihatlah pasangan yang galau karena potensi fitrah bakatnya tak tumbuh tuntas paripurna. Berapa banyak ayah karir atau ibu karir yang salah karir, atau bekerja asal kerja karena salah kuliah atau sebaliknya menjadikan karir atau bisnis sebagai agamanya, tujuan hidupnya, identitasnya. Mereka tak tahu misi hidup sejatinya dalam sosialnya. Mereka hanya bekerja karena mengejar ambisi dan harta walau membingkai dengan ucapan agar keluarga bahagia.
Namun kenyataannya mereka nampak lebih layak disebut tersesat dan tidak bahagia ketika mencari kebahagiaan, walau bergelimang harta maupun sebaliknya bergelimang hutang. Ayah karir dan ibu karir, ayah bisnis atau ibu bisnis yang tak bahagia dan tak selesai dengan dirinya, dikendalikan personal success driven bukan purpose/mission driven, maka akan sulit menjalani biduk pernikahannya. Mereka akan menjalani rutinitas yang menjemukan, liburan dan vakansi hanyalah sarana mengentaskan stres berkarir atau kesenangan semu, bukan merajut peran, menjalin cinta, dan kebersamaan untuk masa depan yang penuh manfaat dan rahmat.
Pentingnya Menumbuhkan Fitrah Seksualitas dalam Keluarga
Lihatlah pasangan yang gagap menjadi ayah atau gagap menjadi ibu. Ini bukan masalah kurang ilmu, namun sesungguhnya fitrah seksualitas mereka tak tumbuh tuntas paripurna. Sementara mereka ragu menyambut fitrah kelelakiannya untuk menjadi suami dan ayah sejati atau ragu menyambut fitrah keperempuanannya menjadi istri atau ibu sejati. Mereka berkilah tentang buruknya pengasuhan mereka di masa anak, mereka bolak-balik mengeluhkan innerchild dan hutang-hutang pengasuhan, namun mereka tetap tak berani menyambut panggilan untuk menjadi ayah sejati dan ibu sejati, atau panggilan untuk menjadi suami sejati dan istri sejati.
Alih-alih menyambut panggilan fitrah ini, banyak para orangtua lebih pandai menitipkan dan mensubkontrakkan peran mendidiknya. Keluarga yang kosong dari proses mendidik anak sendiri, ayah yang galau dengan peran keayahannya dan ibu yang galau dengan peran keibuannya, suami yang galau dengan perannya sebagai suami dan istri yang galau dengan perannya sebagai istri adalah keluarga yang berpeluang besar berpisah.
Kolaborasi dan Sinergi dalam Rumah Tangga
Lihatlah pasangan yang tak bisa berkolaborasi apalagi bersinergi, berebut perhatian dan ingin menang sendiri, berambisi merubah karakter bawaan pasangannya. Ego yang tak selesai kemudian menuntut haknya ketika dewasa, padahal di saat dewasa itulah saatnya menunaikan kewajiban.
Ego yang tak selesai kemudian menuntut haknya ketika dewasa, padahal di saat dewasa itulah saatnya menunaikan kewajiban. Masing-masing mereka sebenarnya tak siap memimpin dan tak siap terpimpin. Kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang paling akhir mendapatkan hak.
Mengembalikan Cahaya Fitrah dalam Pernikahan
Maka dari itu, lihatlah pasangan masing-masing, bukan dengan kegelapan, tetapi dengan cahaya kebaikan. Mari kita tumbuhkan dan kembalikan cahaya fitrah pasangan masing-masing agar cahaya itu mengusir kegelapan, agar pernikahan dan keluarga menjadi ladang rahmat, manfaat, dan kebahagiaan dunia akhirat.
Lihatlah pasangan yang tak bisa berkolaborasi apalagi bersinergi, berebut perhatian dan ingin menang sendiri, berambisi merubah karakter bawaan pasangannya, sulit akur dalam menetapkan kebijakan keluarga dstnya, mereka sesungguhnya pasangan yang tak selesai dengan fitrah individualitasnya atau egonya ketika masa anak anak. Ego yang tak selesai kemudian menuntut haknya ketika dewasa, padahal di saat dewasa itulah saatnya menunaikan kewajiban sosialitasnya.
Maka di dalam pernikahan, ego yang tak selesai ini berubah menjadi keegoisan yang berujung kepada perceraian. Masing masing mereka sebenarnya tak siap memimpin dan tak siap terpimpin. Kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang paling akhir mendapatkan haknya, setelah menuntaskan kewajiban dan tanggungjawabnya.
Maka AyahBunda yang baik,
Mari fokus saja untuk saling mendukung untuk menumbuhkan atau mengembalikan cahaya fitrah pasangan masing masing, agar cahaya itu mengusir kegelapan, agar pernikahan itu menjadi cahaya yang menerangi sekitarnya.
Salam Pendidikan Peradaban
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!