Ketaatan vs Kebebasan (bagian 2)

oleh Ust. Hary Santosa Allhuyarham

Sebagaimana kita bahas dalam bagian 1, bahwa ketaatan maupun kebebasan sesungguhnya adalah fitrah. Karena merupakan fitrah, maka manusia membutuhkan keduanya, baik ketaatan maupun kebebasan, dan fitrah adalah hak dasar manusia untuk dipenuhi.

Tanpa ketaatan manusia akan sesat dan liar, namun tanpa kebebasan manusia akan jumud dan bodoh. Manusia membutuhkan ketaatan agar ia selamat, manueia membutuhkan kebebasan agar ia mampu memilih untuk beramal sebaik baiknya (ahsana ‘amala).

Agar manusia menjalani Ketaatan dengan makna yang benar, juga menjalani kebebasan dengan makna yang benar maka manusia butuh petunjuk terbenar dan

terbaik, yaitu Kitabullah. Ketaatan tentu harus sepenuhnya kepada Allah, panduannya harus Kitabullah, dan harus selaras fitrahnya. Begitupula kebebasan, tentu harus dalam rangka taat kepada Allah, juga dipandu Kitabullah juga tidak menabrak atau merusak fitrahnya. Dalam kehidupan, ketaatan adalah unsur stabilitas, sementara kebebasan adalah unsur dinamika yang harus berangkat dari unsur stabilitasnya.

Lalu bagaimana mendidik fitrah ini agar berjalan seiring serasi dan tumbuh sesuai tahapannya. Banyak sekolah atau orangtua yang lebay dan tergesa menerapkan ketaatan layaknya orang dewasa pada anak usia dini, namun sebaliknya ada juga sekolah atau orangtua yang lalai menerapkan kebebasan tanpa nilai sampai usia pemuda. Jadi musuh pendidikan fitrah adalah lebay atau lalai.

Alhamdulillah, betapa bahagianya ummat ini memiliki Nabi, sebagai Guru yang membawa petunjuk. Nabi SAW yang mulia memberikan panduan yang nampak sederhana namun sangat tepat dan selaras dengan fitrah manusia, yaitu “perintahkan anak sholat pada usia 7 tahun, lalu pukulah apabila meninggalkan sholat dengan sengaja pada usia 10 tahun dan pisahkan kamar mereka”

Apa maknanya? Selama 10 tahun terakhir, saya dan tim, menggali dari berbagai Kitab pendidikan dalam khazanah Islam, juga mengundang para pakar, dilengkapi riset terbaru tentang perkembangan manusia, maka dengan tetap bersandar pada hadits di atas, kami membagi tahapan usia anak, dimana setiap tahap usia perlu disusun proporsi dan komposisi menumbuhkan fitrah, menenamkan adab dan mengajarkan ilmu (Kitabullah) sehingga ketaatan dan kebebasan bisa berpadu secara bertahap hingga sempurna.

Memerintahkan sholat, adalah bagian dari mendidik Ketaatan, ini adalah Adab kepada Allah, dan baru diperintahkan pada usia 7 tahun, bukan sejak dini, mengapa? Sholat adalah wujud ketaatan atau adab bagi anak sejak usia 7 tahun, dan bertahap sempurna sampai usia 10 tahun. Saya pernah menulis mengapa usia 10 tahun begitu kritikal, dengan sholat sebagai indikator kesiapan aqilbaligh.

Sementara di bawah 7 tahun, ketaatan atau kepatuhan belum bisa dipahami atau diterima oleh ananda secara perintah. Mereka “have no idea about rules”, mereka baru tahu bersama sama main, bukan bermain bersama. Kita baru bisa melakukan kegiatan yang rumit dan cukup banyak aturan ketika di atas 7 tahun. Di bawah 7 tahun, kebaikan baru bisa dipahami secara perasaan atau imaji keindahan, bukan perintah atau ketaatan. Bagaimana maksudnya?

Tahap usia 0 – 6 tahun adalah tahap dimana fitrah baru tumbuh merekah, memerlukan penguatan dan perawatan, belum siap menerima perintah, atau dalam bahasa psikologi perkembangan manusia disebut bahwa anak belum mempunyai tanggunjawab sampai usia 7 tahun.

Ibarat benih, baru tumbuh merekah dengan beberapa helai daun, akarnya masih lemah, sehingga akan bermasalah jika ingin segera patuh dan taat. Maka tahap ini disebut sebagai tahap pra latih atau pra disiplin dalam bentuk instruksional, namun lebih banyak kebersamaan, keteladanan, keseruan, suasana atau atmosfir keshalihan.

Ukurannya adalah melakukan kebaikan dengan antusias dan kecintaan saja, bukan tertib dan disiplin. Maka di tahap ini ananda lebih banyak diberikan ruang kebebasan dan kebahagiaan untuk memperoleh imaji imaji positif atau kecintaan tentang segala hal, yaitu kecintaan kepada Allah, kepada Rasulullah SAW, kepada kebaikan kebaikan Islam, termasuk kecintaan kepada dirinya (rasa diterima dan dipedulikan), kepada ayahibunya, kepada keindahan, kepada kehidupan dan alam dstnya.

Tahap Usia 7 – 10 tahun, atau tahap sinnu tamyiz. Nah, ini tahap dimana ketaatan atau kepatuhan atau adab sebagai sebuah disiplin mulai diperintah dan dilatih. Sementara itu, kecintaan bergerak tumbuh ke arah kesadaran. Jadi pertemuan antara ketaatan dan kebebasan, adalah pertemuan antara diperintah dan disadarkan.

Jadi sementara sholat atau adab lainnya diperintah, maka potensi fitrah ananda untuk ketaatan disadarkan melalui penjelajahan ruang gerak di alam, banyak membuka wawasan dengan bertemu lebih banyak kegiatan, benyak bertemu orang dan banyak lingkungan.

Misalnya kegiataj penyadaran itu seperti napak tilas sejarah Islam, ekspedisi ke cagar alam atau cagar budaya, backpackeran ke situs Islam, berkunjung atau homestay di rumah orang shalih, bebas berekspresi dalam karya dsbnya sehingga ananda melihat langsung bagaimana dunia bekerja dan bagaimana kepatuhan dan keteraruran itu bekerja di alam semesta dan kehidupan nyata secara serasi dan nyata, bagaimana kepatuhan itu sesungguhnya adalah keindahan dan keselamatan.

Kesemuanya itu adalah upaya membangun kesadaran untuk menerima ketaatan dan kepatuhan sebagai suatu yang masuk aqal dan hatinya. Anak diberi kebebasan untuk bereksplorasi untuk membangun kesadaran bahwa ketaatan dan keteraturan pada alam maupun pada dirinya adalah keindahan dan keselamatan.

Puncaknya tahap ini tentu saja usia 10 tahun, yaitu mentaati sholat dan siap untuk ditempa dalam kehidupan nyata, diistilahkan dengan kamar dipisah. Di masa lalu anak usia 9- 10 tahun sudah malu tidur di rumah, mereka lebih banyak di Surau, di Masjid dstnya walau tetap berdekatan dengan rumah atau ayahbundanya.

Tahap Usia 11 – 15 tahun atau Sinnu Murohaqoh. Ini adalah tahap dimana ananda mulai ditempa dalam kehidupan nyata. Bekal kecintaan dan kesadaran dianggap sudah cukup pada fase sebelumnya, kini ananda lebih banyak membangun ketaatan dengan kebebasan yang bertanggungjawab untuk memberi solusi atau kontribusi dalam semua aspek hidupnya dengan potensi potensi pada fitrahnya yang sudah tumbuh.

(Bersambung)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *